Selayang Pandang Aliran Jabariyah dan Qadariyah
PENDAHULUAN
A. Latar
Belakang
Dalam sejarah pemikiran islam, terdapat lebih dari satu aliran
teolog yang berkembang. Aliran-aliran tersebut ada yang bersifat liberal
ataupun tradisional. Salah satu pokok persoalan yang menjadi bahan perbincangan
para teolog adalah tentang ketergantungan manusia terhadap tuhan dalam hal
menentukan perjalanan hidupnya. Adakah manusia dalam segala aktifitasya terikat
pada kehendak dan kekuasaan mutlak tuhan, atau tuhan telah berkenan memberi
kemerdekaan kepada manusia dalam mewujudkan perbuatan-perbuatannya serta
mengatur perjalanan hidupnya?. Oleh karena kebanyakan bangsa arab yang merasa
lemah dan tak berkuasa menghadapi kesukaran-kesukaran hidup yang ditimbulkan
oleh suasana padang pasir, serta berpegang teguhnya terhadap ayat-ayat
al-qur’an yang dianggap dapat mendukung pendapatnya maka aliran jabariyah
berpendapat bahwa manusia tidak mempunyai kekuasaan untuk berbuat sesuatu, dia
tidak mempunyai kesanggupan dan hanya terpaksa dalam semua perbuatannya.
Sementara masyarakat sedang memperbincangkan paham Jabariyah muncul pula paham
yang lain, yang justru bertentangan dengan aliran tersebut. Paham tersebut
adalah aliran Qadariyah.
B.
Rumusan Masalah
1.
Pengertian, Sejarah, Ajaran dan Tokoh-tokoh aliran Qadariyah.
2.
Pengertian, Sejarah, Ajaran dan Tokoh-tokoh aliran Jabariyah.
PEMBAHASAN
C.
Aliran Qadariyah
1. Pengertian
Qadariyyah
Dari segi bahasa kata al
qadariyyah berasal dari akar kata قدر يقدر القدر , sedangkan menurut terminologi al qadariyyah adalah suatu kaum
yang tidak mengakui adanya Qadar (kehendak) bagi tuhan. Mereka menyatakan bahwa
tiap-tiap hamba tuhan adalah pencipta bagi segala perbuatannya; dia dapat
berbuat sesuatu atau meninggalkannya atas kehendaknya sendiri. Kiranya timbul
keraguan bagi ahli sejarah, mengapa aliran ini disebut dengan aliran
al-Qadariyyah, padahal mereka meniadakan (menafikan) Qadar Tuhan? Sebagian ahli
sejarah mengatakan, penyebutan demikian tidaklah mengapa sebab banyak juga
terjadi menyebutkan sesuatu justru dengan sebutan kebalikannya. Sebagian ahli
yang lain mengatakan bahwa karena mereka meniadakan qadar tuhan menetapkannya
pada manusia serta menjadikan segala perbuatan manusia tergantung pada kehendak
dan kekuasaan manusia sendiri, mereka disebut dengan kaum atau aliran
al-qadariyah.
2. Sejarah
Qadariyah
Menurut Muhammad Syu’aib yang
memperoleh informasi dari al-Auza’I mengatakan bahwa orang pertama yang
memperkenalkan paham Qadariyah dalam kalangan orang islam adalah “SUSAN”. Dia
penduduk Irak, beragama nashrani yang masuk islam kemudian berbalik Nashrani
lagi. Dari orang ini lah pertama kalinya Ma’bad bin Khalif al-Juhani al-Basri
dan Ghailan al-Dimasyqi memperoleh paham tersebut.
Dari penjelasan di
atas kiranya dapat dikatakan bahwa lahirnya paham al-Qadariyah dalam islam
dipengaruhi oleh paham bebas yang berkembang dikalangan pemeluk agama Masehi
(Nestoria). Dalam hal ini, Max Hortan, berpendapat bahwa teologi masehi di
dunia timur pertama-tama menetapkan kebebasan manusia dan pertanggungjawabannya
yang penuh dalam segala tindakannya. Menurut al-zahabi dalam kitab, Mizan
al-I’tidal yang dikutip oleh Ahmad Amin bahwa Ma’bad al-Juhani adalah seorang
Tabi’in yang dapat dipercaya, tetapi dia telah memberi contoh dengan hal yang
tidak terpuji, yaitu mengatakan tentang tidak adanya qadar bagi tuhan. Dialah
penyebar paham Qadariyah di Irak.
Adapun Ghailan
al-Dimasyqi (abu Marwan Gailan bin Muslim) adalah penyebar paham Qadariyah di
Damaskus. Dia seorang orator, tidak heran jika banyak orang yang tertarik untuk
mengikuti pahamnya. Dalam menyebarkan pahamnya, dia mendapatkan tantangan dari
Khalifah al-Adil Umar bin Abdul Aziz. Setelah khalifah mangkat, dia meneruskan
penyebaran pahamnya hingga pada akhirnya dia dihukum mati oleh Khalifah Hisyam
bin Abdul Malik bin Marwan.
Motif timbulnya
paham al-Qadariyah ini hematnya dapat disebakan oleh dua faktor. Pertama,
faktor ekstern yaitu agama Nashrani jauh sebelumnya mereka telah
memberpincangkan tentang qadar tuhan dalam kalangan mereka. Kedua, faktor
intern yaitu reaksi terhadap paham al jabariyah dan merupakan upaya protes
terhadap tindakan-tindakan penguasa bani Umayyah yang bertindak atas nama tuhan
dan berdalih kepada takdir tuhan.
3. Ajarana
Qadariyyah
Ghailan al-Dimasyqi berpendapat bahwa manusia sendirlah yang
berkuasa atas perbuatan-perbuatannya. Manusia melakukan perbuatan-perbuatan
baik atas kehendak dan kekuasaanya sendiri dan manusia sendirilah yang menjauhi
perbuatan-perbuatan jahat atas kemauan dan dayanya sendiri.
Al-Nazam salah
seorang pemuka qadariyah mengatakan, manusia hidup mempunyai Istitha’ah.
Selagi manusia hidup, dia mempunyai istitha’ah (daya) maka dia berkuasa atas
segala perbuatannya. Manusia dalam hal ini mempunyai kewenangan untuk melakukan
segala perbuatannya atas kehendaknya sendiri. Sebab itu dia berhak mendapatkan
pahala atas kebaikan-kebaikan yang dilakukannya dan sebaliknya ia juga berhak
memperoleh hukuman atas kejahatan-kejahatan yang diperbuat. Diantara ayat
al-Qur’an yang digunakan untuk memperkuat pendapatnya adalah sebagai berikut :
@ä. ¤§øÿtR $yJÎ/ ôMt6|¡x. îpoYÏdu ÇÌÑÈ
38. tiap-tiap diri
bertanggung jawab atas apa yang telah diperbuatnya (QS, al-Muddatsir).
$¯RÎ) çm»uZ÷yyd @Î6¡¡9$# $¨BÎ) #[Ï.$x© $¨BÎ)ur #·qàÿx. ÇÌÈ
3. Sesungguhnya Kami
telah menunjukinya jalan yang lurus; ada yang bersyukur dan ada pula yang kafir
(QS, al-Insan)
¨bÎ) ¾ÍnÉ»yd ×otÅ2õs? (
`yJsù uä!$x© xsªB$# 4n<Î) ¾ÏmÎn/u ¸xÎ6y ÇÊÒÈ
19. Sesungguhnya ini
adalah suatu peringatan. Maka Barangsiapa yang menghendaki niscaya ia menempuh
jalan (yang menyampaikannya) kepada Tuhannya. (QS. Al-Muzzammil).
4. Tokoh-tokoh Qadariyyah
4.1 Ibnu
Sauda’ Abdullah bin Saba’ al-Yahudi.
Dia adalah seorang yahudi yang mengaku-ngaku beragama islam berikut
pengikut dan sekutunya. Ide kotornya pertama kali muncul sekitar tahun 34H. ia
memadukan antara faham Khawarij dan Syiah.
4.2 Ma’bad
al Juhani
Dia meluncurkan pemikiran seputar masalah takdir sekitar tahun 64 .
ia menggugat ilmu Allah dan takdirnya. Ia mempromosikan pemikiran sesat itu
terang-terangan sehingga banyak meninggalkan ekses. Disamping orang-orang yang
mengikutinya juga banyak. Namun bid’ahnya ini mendapat penentangan yang sangat
keras dari kaum salaf, termasuk di dalamnya para sahabat yang masih hidup
ketika itu.
4.3 al-Ja’d
bin Dirham
Dia mengembangkan pendapat-pendapat sesat pendauhulunya dan meracik
antara bid’ah Qadariyah dengan bid’ah Mu’aththilah dan ahli takwil. Kemudian ia
menyebarkan pemikiran rancu di tengah-tengah kaum muslimin. Sehingga para ulama
salaf memberi peringatan dan menghimbaunya untuk segera bertaubat. Namun ia
menolak, para ulama membantah pendapat-pendapat al-Ja’d ini dan menegakkan
hujjah atasnya, namun ia tetap bersikeras. Ia pun dibunuh oleh Khalid bin
Abdullah al-Qasri demi tercegahnya fitnah (kesesatan).
D. Aliran Jabariyah
1. Pengertian Jabariyah
Jabariyah berasal dari kata jabara, berarti memaksa atau terpaksa.
Menurut al-Syahrastani, al-Jabr berarti meniadakan perbuatan manusia dalam arti
yang sesungguhnya dan menyandarkan perbuatan itu pada tuhan. Menurut paham ini,
manusia tidak kuasa atas sesuatu. Karena itu manusia tidak diberi sifat Istitha’ah.
Manusia sebagaimana dikatakan Jahm bin Shafwan, terpaksa atas
perbuatan-perbuatannya tanpa ada kuasa (qudrah), kehendak (iradah) dan pilihan
bebas (ikhtiyar). Tuhanlah yang menciptakan perbuatan manusia, sebagaimana
perbuatan tuhan atas benda-benda mati. Oleh karena itu, perbuatan yang
disandarkan kepada manusia harus dipahami secara majazy, seperti halnya
perbuatan yang disandarkan pada benda-benda.
Jadi nama jabariyah diambil dari kata jabara yang mengandung arti
terpaksa. Dalam aliran ini, sebagaimana dijelaskan Harun Nasution terdapat
paham bahwa manusia mengerjakan perbuatannya dalam keadaan terpaksa. Dalam
istilah inggris, paham ini disebut fatalisme atau predistination. Perbuatan
–perbuatan manusia telah ditentukan sejak semula oleh qada dan qadar tuhan.
2. Sejarah Jabariyah
Pada masa nabi, benih-benih paham jabariyah itu sudah ada.
Perdebatan di antara para sahabat di seeputar masalah qadar tuhan merupakan
salah satu indikatornya. Nabi menyuruh umat islam beriman kepada takdir, tetapi
beliau membicarakannya secara mendalam. Pada masa sahabat keliatannya sudah ada
yang berpikir jabariyah, diceritakan bahwa Umar bin Khattab pernah menangkap
seorang pencuri, ketika diintrogasi pencuri itu berkata “Tuhan telah menentukan
aku mencuri”. Umar menghukum pencuri itu dan mencambuknya berkali-kali, ketika
keputusan itu ditanyakan kepada Umar, ia menjawab “ Hukum potong tangan untuk
kesalahannya mencuri, sedang cambuk untuk kesalahannya menyandarkan perbuatan
dosa kepada tuhan”. Pada masa pemerintahan Bani Umayyah, pandangan tentang
Jabar semakin mencuat ke permukaan. Abdullah bin Abbas dengan suratnya, memberi
reaksi keras kepada penduduk Syiria yang diduga berpaham Jabariyah. Hal yang
sama juga dilakukan oleh Hasan al-Bashri kepada penduduk bashrah. Kenyataan ini
menunjukkan bahwa pada waktu itu sudah mukai banyak orang yang berpaham
al-Jabariyah.
Dari bukti-bukti di atas dapat dikatakan bahwa cikal bakal paham
Jabariyah sudah muncul sejak awal periode islam. Namun Jabariyah sebagai suatu
pola pikir (mazhab) yang dianut, dipelajari dan dikembangkan terjadi pada akhir
pemerintahan Bani Umayah.
3. Ajaran Jabariyah
Paham ini ditimbulkan untuk pertama kalinya oleh, Ja’ad bin Dirham.
Akan tetapi, yang menyebarkan adalah Jahm bin Shafwan. Ja’ad sendiri menerima
paham ini dari orang Yahudi Syiria. Pendapat lain menyatakan bahwa Ja’ad
menerimanya dari Aban bin Syam’al dan yang terakhir menerimanya dari Thalut bin
Asham al-Yahudi. Dengan demikian, paham Jabariyah berasal dari pemikiran asing,
yahudi maupun Persia. Sungguhpun demikian, di dalam al-Qur’an sendiri terdapat
ayat-ayat yang dapat dibawa pada paham Jabariyah. Misalnya, ayat-ayat berikut
ini.
* $¨B (#qçR%x. (#þqãZÏB÷sãÏ9 HwÎ) br& uä!$t±o ª!$# £`Å3»s9ur öNèdusYò2r& tbqè=ygøgs ÇÊÊÊÈ
111. mereka tidak (juga) akan beriman, kecuali jika Allah
menghendaki, tetapi kebanyakan mereka tidak mengetahui. (Qs. Al-An’am)
$tBur |MøtBu øÎ) |MøtBu ÆÅ3»s9ur ©!$# 4tGu 4
17.dan bukan kamu yang
melempar ketika kamu melempar, tetapi Allah-lah yang melempar. (Qs. Al-Anfal )
$tBur tbrâä!$t±n@ HwÎ) br& uä!$t±o ª!$# 4
30. dan kamu tidak mampu
(menempuh jalan itu), kecuali bila dikehendaki Allah.(Qs al-Insan).
Ayat-ayat ini jelas dapat dibawa pada alam pikiran Jabariyah.
Mungkin inilah sebabnya, mengapa hingga kini pola pikir Jabariyah itu masih
terdapat dikalangan umat islam, sungguh pun para penganjurnya yang pertama
telah lama tiada.
4. Tokoh-tokoh Jabariyah
4.1 Ja’ad bin
Dirham
Adalah orang pertama yang mengenalkan paham Jabariyah dikalangan
umat islam. Ia seorang bekas budak Bani Hakam, ia tinggal di Damsyik sampai
muncul pendapatnya tentang al-Qur’an sebagai makhluk. Karena pendapatnya ini,
ia dibenci oleh Bani Umayah. Sejak itu ia pergi ke kufah. Di tempat ini, ia
bertemu dengan Jahm bin Shafwan yang kemudian mengambil pendapat-pendapatmya
dan menjadi pengikutnya yang setia.
4.2 Jahm bin
Shafwan
Sebagaiman Ja’ad, Jahm termasuk muslim non Arab (mawali). Ia
berasal dari Khurasan. Mula-mula, ia tinggal di Tirmidz, lalu di Balkh. Namanya
terkadang di nisbatkan ke Samarkand, terkadang pula ke Tirmidz. Ia dikenal ahli
pidato dan pandai berdialog, ia pernah terlibat perdebatan dengan Muqatil.
Muqatil termasuk orang yang mengakui sifat-sifat Tuhan, sedang Jahm tidak.
Keduanya terlibat perdebatan sengit.
4.3 Husain
al-Najjar
Merupakan salah seorang tokoh Jabriyah moderat,
pengikut-pengikutnya dikenal dengan sebutan “al-Najjariyah”. Menurut Husain,
Tuhan berkehendak dan mengetahui karena diri-Nya sendiri. Ia menghendaki
kebaikan dan keburukan, manfaat dan
mudharat. Yang dimaksud kehendak di sini ialah tidak terpaksa atau di paksa.
KESIMPULAN
Sebagaimana yang telah dijelaskan
sebelumnya bahwa kemunculan berbagai macam aliran disebabkan oleh perbedaan
cara pemahaman atau penafsiran suatu ayat al-Qur’an, sehingga hasil pemahan
tersebut menjadi ideologi sebuah golongan tertentu. Seperti halnya aliran
Qadariyah dan Jabariyah adalah sebuah wujud implementasi atas hasil pemahaman
yang berbeda dalam menafsirkan ayat al-Qur’an. Paham Qadariyah menyatakan bahwa
segala sesuatu yang ada dikehidupan ini adalah hasil rekayasa atau usaha diri
manusia itu sendiri, tidak ada campur tangan Tuhan ketika seseorang sedang
malakukan pekerjaan apapun. Berbeda dengan paham Jabariyah yang menyatakan
bahwa Tuhanlah yang menciptakan perbuatan manusia dan manusia tidak memiliki
kuasa untuk merubah apa yang telah menjadi kehendak Tuhan.
DAFTAR PUSTAKA
Abbas,
Siradjuddin, I’tiqad Ahlussunnah Wal-Jama’ah, Pustaka Tarbiyah,
Jakarta:1996
Komentar
Posting Komentar