Studi Kitab Sunan Tirmidzi
KITAB
SUNAN AL-TIRMIZI
Disusun
untuk memenuhi tugas mata kuliah
Studi
Kitab Hadis Primer
Dosen Pengampu:
Dadi Nurhaedi, S.Ag, M.Si
Oleh :
M. Radya Yudantiasa
15530095
Ian Ahmad
Permana 15530110
Rofiqotun
Najah 15530054
Sri Lestari 15530082
JURUSAN
ILMU AL-QUR’AN DAN TAFSIR
FAKULTAS
USHULUDDIN DAN PEMIKIRAN ISLAM
UIN
SUNAN KALIJAGA YOGYAKARTA
2015
KATA
PENGANTAR
Assalamualaikum warahmatullahi wabarakatuh.
Alhamdulillah, puji syukur kehadirat Allah SWT atas berkah,
hidayah, dan karunia-Nya sehingga makalah tentang Sunan al-Tirmizi dapat
terselesaikan tepat pada waktunya. Shalawat serta salam semoga tetap tercurah
kepada Nabiyullah Muhammad SAW, yang telah membawa umat dari jaman Jahiliyyah
ke jaman yang terang benderang.
Penyusunan makalah ini merupakan salah satu tugas dan persyaratan
untuk menyelesaikan tugas mata kuliah Studi Kitab Hadis Primer. Dalam
penulisan makalah ini penulis mengucapkan
terima kasih kepada Bapak Dadi Nurhaedi, S.Ag., M.Si. selaku dosen
pengampu mata kuliah Studi Kitab Hadis Primer dan kepada pihak-pihak
yang memberikan motivasi dalam upaya penyelesaian makalah ini. Namun demikian,
dalam penyusunan makalah ini penulis menyadari bahwa tidak menutup kemungkinan
makalah ini masih terdapat banyak kekurangan, untuk itu penulis mengharapkan
masukan dan saran bagi pihak-pihak yang mempelajari makalah ini demi
keberhasilan yang lebih baik untuk waktu
yang akan datang. Karena penulis menyadari bahwa segala kekurangan itu
datangnya dari kita sebagai manusia yang tak luput dari kesalahan dan jika
terdapat kelebihan, semua itu tentu karena kehendak Allah SWT. Akhirnya penulis
berharap semoga makalah ini bermanfaat bagi semua khususnya penulis. Aamiin.
Wassalamualaikum Warahmatullahi Wabarakatuh
Yogyakarta,
07 Maret 2016
Penulis
DAFTAR
ISI
HALAMAN JUDUL....................................................................................... 1
KATA PENGANTAR..................................................................................... 2
DAFTAR ISI................................................................................................... 3
BAB I PENDAHULUAN............................................................................... 4
A.
Latar
Belakang..................................................................................... 4
B.
Rumusan
Masalah................................................................................. 5
C.
Tujuan
Masalah..................................................................................... 5
BAB II PEMBAHASAN................................................................................ 6
A.
Biografi Imam Al-Tirmizi..................................................................... 6
B.
Metode Kitab al-Tirmizi....................................................................... 7
C.
Sistematika Penulisan Kitab Al-Tirmizi................................................ 9
D.
Pendapat Para Ulama........................................................................... 12
E.
Kualitas dan Kuantitas Hadis............................................................... 13
BAB III PENUTUP......................................................................................... 15
A.
Kesimpulan
.......................................................................................... 15
B.
Penutup................................................................................................. 15
C.
Daftar
Pustaka...................................................................................... 16
BAB I
PENDAHULUA
A. Latar Belakang
Hadis Nabawi adalah sumber kedua setelah Al-Qur’an yang diikuti
oleh Ijma’ dan Qiyas. Hadis memiliki
peranan yang urgent sebagai sumber terhadap hukum-hukum Islam. Al-Qur’an bisa
difahami dan didekati melalui hadis sehingga hadis berperan sebagai Mubayyin,
Muqayyid, Muwaddih al Musykil, Nasikh dan lain-lain bagi Al-Qur’an.
Lain halnya dengan Al-Qur’an yang sejak awal sudah menjadi
perhatian banyak kalangan sahabat, hadis pada masa Rasulullah hidup hanya
diriwayatkan secara lisan tanpa menggunakan tulisan. Sebab, saat itu jika hadis
ditulis dihawatirkan redaksi-redaksinya tercampur dengan ayat Al-Qur’an.
Seiring tersebarnya Islam, maka perhatian penuh terhadap hadis
mulai tampak. Lahirlah rumusan-rumusan kaidah yang berkaitan dengan hadis
seperti penerimaan hadis, kualifikasi hadis dll. Rumusan kaidah inilah yang
kemudian pada masa Tabi’i Tabi’in dibukukan ke dalam satu disiplin ilmu yang
disebut Ilmu hadis. Di samping kitab yang berkaitan dengan Ilmu Hadis,
kitab-kitab hadis Nabi juga mulai marak ditulis. Kitab-kitab ini yang kemudian
dijadikan kitab induk hadis Nabi.
Ada enam kitab induk hadis yang terkenal, yaitu:
A.
Shahih al-Bukhori
B.
Shahih Muslim
C.
Sunan Abi Dawud
D.
Sunan al-Tirmizi
E.
Sunan An-Nasai
F.
Sunan Ibnu Majah
Keenam kitab ini disebut dengan Kutub as Sittah (enam kitab pokok hadis).
Selanjutnya, kitab-kitab ini disempurnakan lagi menjadi Kutub at Tis’ah
(sembilan kitab pokok hadis) dengan menambahkan: Sunan ad Daruquthni, Sunan ad
Daromi, Sunan al Baihaqi.
Masing-masing kitab ini memiliki karakteristik dan metode
tersendiri dalam pengumpulan hadis. Pada makalah ini, penulis mencoba menelaah
apa yang ada di dalam kitab Jami’ imam Tirmidzi atau yang dikenal dengan Sunan
at Tirmizi. Sebab, kitab ini tidak hanya memuat hadis-hadis yang berkualitas
shahih saja, melainkan hadis hasan, dhaif dan selainnya juga ia himpun dalam
kitab ini. Bahkan, imam Tirmizi juga memberikan komentar akan status hukum atau
kualitas suatu hadis.
B. Rumusan Masalah
Pada makalah ini akan menjelaskan tentang :
1.
Bagaimana Biografi Imam Tirmizi?
2.
Apa Metode yang digunakan dalam kitab Sunan al-Tirmizi?
3.
Bagaimana Sistematika Penulisan Kitab SunanTirmizi?
4.
Bagaimana Pendapat Para Ulama’ tentang Kitab Sunan al-Tirmizi?
C. Tujuan Masalah
1.
Mengetahui Biografi Imam Tirmizi.
2.
Mengetahui Metode Yang digunakan dalam Kitab Sunan al-Tirmizi.
3.
Mengetahui Isi Kitab Sunan al-Tirmizi.
4.
Mengetahui Pendapat Para Ulama’ Tentang Kitab Sunan al-Timizi.
BAB
II
PEMBAHASAN
A.
Biografi Imam At Tirmidzi
Nama lengkapnya
adalah Abu ‘Isa Muhammad Bin ‘Isa Bin Tsaurah Bin Musa Bin ad-Dahaq as-Sulami
al-Bughi at-Tirmizi.[1] Penisbahan
namanya kepada as-Sulami merupakan nisbah kepada suatu kabilah, sedangkan
al-Bughi adalah nama desa tempat ia wafat dan dimakamkan, dan penisbahan
namanya kepada Tirmizi karena ia lahir dan berkembang di kota Tirmiz (yaitu
kota yang terletak dibagian selatan Iran).
Imam Tirmizi
lahir pada bulan Dzullhijjah tahun 209 H atau 824 M (Al-Shalah al-safadi) [2] dan wafat
pada malam senin tanggal 13 Rajab 279 H didesa Bugh dekat kota Tirmiz. Itulah
sebabnya Ahmad Muhammad Syakir menambah dengan sebutan al-Dharir, karena
al-Tirmizi mengalami kebutaan dimasa tuanya[3]. Sejak kecil ia sudah suka mempelajari ilmu
hadis dan melakukan perjalanan ke beberapa negeri untuk mendapatkan ilmu. Dalam
perjalanannya inilah, ia bertemu dan belajar hadis dengan beberapa ulama ahli
hadis.
Imam Tirmizi lebih populer dengan sebutan Abu Isa. Bahkan dalam
kitab al-Jami’nya, ia selalu memakai nama Abu Isa, meskipun sebagian ulama
membenci dengan sebutan tersebut dengan berargumen kepada sabda Nabi Muhammad
SAW yang diriwayatkan oleh Abu Syaibah bahwa “seorang pria tidak diperkenankan
memakai nama Abu Isa, karena Isa tidak punya ayah”. Tetapi Al Qari menjelaskan
lebih detail bahwa yang dilarang adalah apabila Abu Isa digunakan sebagai nama
asli, bukan kuniyah (julukan), karena hal ini dimaksudkan untuk membedakan
at-Tirmizi dengan ulama yang lain.
Dalam perlawatannya, imam Tirmizi melakukan perjalanan ke Bukhara,
Khurasan, Naysabur, Irak, Hijaz, Makkah, dan beberapa negeri lainnya,[4] imam
Tirmizi selalu mencatat hadis dari ulama yang ditemuinya. Ia meriwayatkan hadis
dari ulama-ulama ternama. Diantaranya adalah Imam Bukhari, kepadanya ia belajar
hadis dan fiqh. Ia juga belajar kepada Imam Muslim dan Abu Dawud. Guru beliau
lainnya adalah:
1.
Qutaibah bin Said
2.
Ishaq bin Rahawahib
3.
Muhammad bin ‘Amru as-Sawwaq al-Balqi
4.
Mahmud bin Galani
5.
Isma’il bin Musa al-Fazari
6.
Dll.[5]
Hadis-hadis dan ilmu-ilmunya dipelajari dan diriwayatkan oleh
banyak ulama yang mayoritas mereka adalah murid-muridnya. Diantaranya adalah:
Makhul bin Fadl, Muhammad bin Mahmud ‘Anbar, Hammad bin Syakir, Ai-bd bin
Muhammad an Nasfiyyun, al Haisam bin Kulaib asy Syasyi, Ahmad bin Yusuf an
Nasa’I, Abul ‘Abbas Muhammad bin Mahbub al Mahbubi. Mereka meriwayatkan kitab
Jami’nya dan kitab-kitab yang lain[6].
Karya-karya Imam Tirmidzi
Imam Tirmidzi banyak menulis kitab-kitab, diantaranya:
1.
Al Jami’ as Sohihain, yang terkenal dengan sebutan Sunan at
Tirmidzi
2.
Kitab I’Illal
3.
Kitab Tarikh
4.
Kitab as-Sama’il al-Nabawiyyah
5.
Kitab al-Zuhud
6.
Kitab al-Asma; wa al-Kuna
7.
Dll.[7]
Diantara kitab-kitab diatas, yang paling terkenal adalah Al Jami’
as Sohihain atau Sunan at Tirmidzi, dan kitab-kitab lainnya kurang dikenal
dikalangan masyarakat.
B.
Metode
Kitab Al-Jami’ Al-Sahih
Judul
lengkap kitab al-Jami’ al-sahih adalah “al-Jami’ al-Mukhtasar min
al-Sunan ‘an Rasulillah”.[8]
Meski demikian kitab ini lebih populer dengan nama al-Jami’ al-Tirmizi atau
Sunan al-Tirmizi. Untuk kedua penamaan ini tampaknya tidak
dipermasalahkan oleh ulama. Adapun yang menjadi pokok perselisihan adalah
ketika kata-kata sahih melekat dengan nama kitab. Namun Al-Hakim dan al-Khatib
al-Baghdadi tidak memperselisihkan hal tersebut. Berbeda dengan Ibnu Katsir
yang menyatakan pemberian nama tersebut tidak tepat dan terlalu gegabah, sebab
di dalam kitab jami al-Tirmizi tidak hanya memuat hadis sahih sahih saja,
akan tetapi juga memuat hadis-hadis hasan,daif, dan munkar.[9]
Dalam
meriwayatkan hadis, al-Tirmizi menggunakan metode yang berbeda dengan
ulama-ulama lain. Berikut metode-metode yang ditempuh al-Tirmizi :
1.
Mentakhrij
hadis yang menjadi amalan para Fuqaha’.
Dalam kitabnya, al-Tirmizi tidak meriwayatkan hadis kecuali hadis
yang dimalkan oleh para fuqaha’, kecuali dua hadis, yaitu :
حديث ابن عباس رضي الله عنه: أنّ النبي صلّى الله عليه
وسلّم جمع بين الظهر والعصر والمغرب والعشاء من غير خوف ولا سفر ولا مطر
“Sesungguhnya Rasulullah menjama’ solat zuhur dengan asar dan
maghrib dengan isya’, tanpa adanya sebab takut, dalam perjalanan, dan tidak
pula karena hujan.”
Hadis ini menerangkan tentang
menjama’ solat. Para ulama tidak sepakat untuk meninggalkan hadis ini, dan
boleh hukumnya melakukan salat jama’ di rumah selama tidak dijadikan sebuah
kebiasaan. Demikian pendapat Ibn Sirin serta sebagian ahli fiqih dan ahli
hadis.
أنّ
النبي صلّى الله قال: إذا شرب الخمر فاجلدوه، فإن عاد فى الرابعة فاقتلوه
“Apabila seseorang
ninum khamr, maka deralah ia, dan jika ia kembali minum khamr pada keempat
kalinya maka bunuhlah ia.”
Hadis
ini menerangkan bahwa peminum khamr akan dibunuh jika mengulangi perbuatannya
yang keempat kalinya. Hadis ini menurut al-Tirmizi dihapus oleh ijma’ ulama.
Dengan demikian maksud tirmizi mencamtumkan hadis tersebut, adalah untuk
menerangkan kemansukhan hadis, yaitu yang telah dimansukh dengan hadis riwayat
al-Zuhri dan qabisah bin Zawaib dari Nabi, yang menerangkan bahwa peminum khamr
tersebut dibawa kepada Rasul, kemudian Rasul SAW memukulnya dan bukan
membunuhnya.[10]
2.
Memberi
penjelasan tentang kualitas dan keadaan hadis
Salah satu kelebihan Tirmizi adalah ia mengetahui benar keadaan
hadis yang ia tulis. Hal itu berdasarkan hasil diskusinya dengan para ulama
tentang keadaan hadis yang ia tulis. Dalam al-Jami’, al-Tirmizi mengungkapkan :
“Dan
apa yang telah disebutkan dalam kitab ini mengenai i’lal hadis, rawi
maupun sejarah adalah hasil dari apa yag aku takhrij dari kitab-kitab tarikh,
dan kebanyakan yang demikian adalah hasil diskusi saya dengan Muhammad bin
Isma’il (al-Bukhari).”
Pada kesempatan lain al-Tirmizi
juga, mengatakan :
“Dan
kami mempunyai argumen yang kuat berdasarkan pendapat ahli fiqih terhadap materi
yang kami terangkan dalam kitab ini.”
Dengan demikian dapat dipahami,
bahwa usaha menjelaskan keadaan suatu hadis dimaksudkan oleh al-Tirmizi untuk
mengetahui kelemahan hadis bersangkutan. Menurut al-Hafiz Abu Fadil bin Tahir
al-Maqdisi, ada empat syarat yang ditetapkan oleh al-Tirmizi sebagai
standarisasi periwayatan hadis, yaitu :
1.
Hadis-hadis
yang sudah disepakati keshahihanya oleh Bukhari dan Muslim.
2.
Hadis-hadis
yang shahih menurut standar keshahihan Abu Dawud dan al-Nasa’i, yaitu
hadis-hadis yang para ulama tidak sepakat untuk meninggalkannya, dengan
ketentuan hadis itu bersambung sanadnya dan tidak mursal.
3.
Hadis-hadis
yang tidak dipastikan keshahihanya dengan menjelaskan sebab-sebab kelemahanya.
4.
Hadis-hadis
yang dijadikan hujjah oleh fuqaha’, baik hadis tersebut shahih atau tidak.[11] Tentu
saja ketidakshahihannya tidak sampai saja
pada tingkat daif matruk.
C.
Sistematika
Kitab Al-Jami’ Al-Sahih
Kitab al-jami
al-sahih ini disusun berdasarkan urutan bab fiqih, dari bab taharah
seterusnya sampai dengan bab akhlak,do’a, tafsir, fada’il dan lain-lain.
Dengan kata lain al-Tirmizi menulis hadis dengan mengklasifikasi
sistematikannya dengan model juz, kitab, bab dan sub bab. Kitab ini ditahqiq
dan dita’liq oleh tiga ulama kenamaan pada generasi sekarang (modern), yakni
Ahmad Muhammad Syakir (sebagai Qadhi syar’i), Muhammad Fu’ad Abdul Baqi’
(sebagai penulis dan pengarang), dan Ibrahim ‘adwah ‘Aud (sebagai dosen pada
Universitas al-Azhar Kairo Mesir).
Secara rinci
sistematika kitab al-jami’ al-Sahih (sunan al-Tirmizi) secara garis
besar dapat dilihat dari masing-masing juznya sebagai berikut :[12]
Juz Kesatu dibagi menjadi dua kitab, yakni bab taharah dan bab salah. Dari bab
itu dibagi menjadi sub-sub bab :
NAMA BAB
|
JUMLAH BAB
|
JUMLAH HADIS
|
Al-Taharah
|
122
|
148
|
Abwab al-salah
|
62
|
89
|
Juz kedua dibagi menjadi bab Salah sebagai lanjutan dari juz kesatu, terdiri
dari 156 bab dan 195 hadis :
NAMA
BAB
|
JUMLAH
BAB
|
JUMLAH
HADIS
|
Abwab witir
|
22
|
35
|
Abwab al-Jum’ah
|
29
|
41
|
Bab ‘Idain
|
9
|
12
|
Bab al-Safar
|
44
|
72
|
Juz
pertama dan juz kedua ini ditahqiq dan dita’liq oleh Ahmad
Muhammad Syakir. Ahmad Muhammad Syakir membagi juz menjadi abwab,
yang disamakan dengan kitab oleh pentahqiq
dan penta’liq berikutnya. Dari abwab itu dibagi menjadi semacam
sub abwab, tetapi tidak diberi nama judulnya, hanya sejumlah hadis yang
ada relevansinya dikelompokkan, sesudah sub abwab barulah dibagi bab diberi
judul, sedangkan sub abwab tidak menggunakan judul.
Juz ketiga di tahqiq dan
di ta’liq oleh Muhammad Fu’ad Abd al-Baqi’.Oleh Fuad Abd al-Baqi’ juz
dibagi menjadi sembilan kitab, meliputi :
NAMA
KITAB
|
JUMLAH
BAB
|
JUMLAH
HADIS
|
Zakat
|
38
|
73
|
Siyam
|
83
|
126
|
Hajj
|
116
|
15
|
Janazah
|
76
|
144
|
Nikah
|
43
|
65
|
Rada
|
19
|
26
|
Talaq
|
23
|
30
|
Buyu’
|
76
|
104
|
Al-Ahkam
|
42
|
58
|
Juz keempat di tahqiq dan
di ta’liq oleh Ibrahim ‘Adwah ‘Aud. Juz keempat ini terdiri dari :
NAMA
KITAB
|
JUMLAH
BAB
|
JUMLAH
HADIS
|
Al-Diyat
|
23
|
36
|
Al-Hudud
|
30
|
40
|
Al-Said
|
7
|
7
|
Al-Zabaih
|
1
|
1
|
Al-Ahkam dan al-Wa’id
|
6
|
10
|
Al-Dahi
|
24
|
30
|
Al-Siyar
|
48
|
70
|
Keutamaan Jihad
|
26
|
50
|
Al-Jihad
|
39
|
49
|
Al-Libas
|
45
|
67
|
Al-At’imah
|
48
|
72
|
Al-Asyribah
|
21
|
34
|
Birr wa al-Silah
|
87
|
138
|
Al-Tibb
|
35
|
33
|
Al-Fara’id
|
23
|
25
|
Al-Washaya
|
7
|
8
|
Al-Wala’ wa al-Hibah
|
7
|
7
|
Al-Fitan
|
79
|
111
|
Al-Ru’ya
|
10
|
16
|
Al-Syahadah
|
4
|
7
|
Al-Zuhd
|
64
|
110
|
Sifat Al-Qiyamah, al-Raqa’iq, dan al-Warra’
|
60
|
110
|
Sifat al-Jannah
|
27
|
45
|
Sifat Jahannam
|
13
|
21
|
Juz kelima terdiri dari 10
pembahasan, ditambah satu bahasan tentang ‘ilal, dan di tahqiq oleh
Ibrahim ‘Adwah ‘Aud, yaitu :
NAMA
KITAB
|
JUMLAH
BAB
|
JUMLAH
HADIS
|
Al-Iman
|
18
|
31
|
Al-‘Ilm
|
19
|
31
|
Isti’zan
|
34
|
43
|
Al-Adab
|
75
|
118
|
Al-Nisa’
|
7
|
11
|
Fadail al-Qur’an
|
25
|
41
|
Al-Qiraat
|
13
|
18
|
Tafsir al-Qur’an
|
95
|
158
|
Al-Da’awat
|
133
|
189
|
Al-Manaqib
|
75
|
133
|
Al-‘Ilal
|
Dijelaskan pada beberapa sub bab
|
|
D.
Pendapat
Para Ulama
Terlepas dari
kebesaran dan kontribusi yang telah diberikan oleh al-Tirmidzi melalui
kitabnya, tetap muncul berbagai pandangan kontroversial antara yang memuji dan
mengkritik karya tersebut. Diantaranya sebagai berikut:
a)
Al-Hafidz Ibn Asir
(w. 524H), menyatakan bahwa kitab al-Tirmidzi adalah kitab sahih, juga
sebaik-baiknya kitab, banyak kegunaannya, baik sistematika penyajiannya dan
sedikit sekali hadis-hadis yang terulang.
b)
Abu Ismail al-Harawi
(581 H) berpendapat bahwa kitab al-Tirmizi lebih banyak memberikan faedah dari
pada kitab Shahih Bukhari dan Shahih Muslim, sebab hadis yang termuat dalam
kitab al-Jami’ al-Shahih al-Tirmizi diterangkan kualitas dan kelemahannya.[13]
c) Al-‘Allamah al-Syaikh Abdul ‘Aziz
berpendapat bahwa sisitematika penulisan kitabnya baik, sedikit
hadis-hadis yang disebutkan berulang, diterangkan mengenai mazhab-mazhab fuqaha
secara istidlal yang mereka tempuh,
dijelaskan kualitas hadisnya, dan disebutkan pula nama-nama perawi, baik gelar
maupun kunyahnya.
d) Brockelman (Orientalis Jerman), menyatakan ada sekitar 40 hadis
yang tidak diketahui secara pasti apakah hadis-hadis itu termasuk hadis Abi Isa
al-Tirmidzi.
e) Ignas Goldziher dengan mengutip pendapat al-Zahabi telah memuji
kitab al-Jami’ Sahih dengan memberikan penjelasan bahwa kitab ini terdapat
perubahan penetapan isnad hadis, meskipun tidak menyebabkan penjelasan secara
rinci, tetapi hanya garis besarnya.
f) Al-Hafidz Ibn al-Jauzi (w. 751 H) mengemukakan, bahwa dalam kitab al-Jami’ al-Sahih li al-Tirmidzi terdapat
30 hadis maudu’ (palsu), meskipun
pada akhirnya pendapat tersebut dibantah oleh Jalaluddin al-Suyuti (w. 991 H)
dengan mengemukakan, bahwa hadis yang dinilai palsu tersebut sebenarnya bukan
palsu, sebagaimana yang terdapat dalam kitab Sahih Muslim yang telah dinilainya palsu, namun ternyata bukan
palsu.[14]
E.
Kualitatif
dan Kuantitatif Hadis
Kitab al-Tirmidzi banyak memuat hadis hasan, maka membuat kitab
tersebut populer dengan kitab hadis hasan itu. Namun para ulama berbeda
pendapat mengenai hadis hasan itu, termasuk guru-guru dan murid-murid
al-Tirmidzi, karena al-Tirmidzi tidak definisi yang pasti, terlebih al-Tirmidzi
menggabungkan dengan istilah yang beraneka ragam, seperti: hadis hasan sahih, hasan gharib dan hasan sahih bgharib.
Imam al-Tirmidzi membagi hadis menjadi hadis sahih, hasan dan dhaif,
yang sebelumnya adalah hadis sahih,
dan dhaif. Mengenai pembagian
tersebut, Imam Taqiyyudin Ibnu Taimiyyah menjelaskan bahwa:“Abu Isa al-Tirmidzi
dikenal sebagai orang pertama yang membagi hadis menjadi sahih, hasan, dan dhaif,
yang tidak diketahui oleh seorang pun tentang pembagiaan itu sebelumnya. Abu
Isa telah menjelaskan bahwa yang dimaksud dengan hadis hasan itu ialah hadis
yang banyak jalannya, perawinya tidak dicurigai berdusta, dan tidak syadz.”[15]
Dilihat dari segi kualitatif dan
kuantitatif nilai hadis dari kitab al-Jami’ as-Sahih yang terdiri dari 5 juz,
2.376 bab, dan 3956 buah hadis itu sebagai berikut:[16]
Kriteria Hadis
|
Juz I
|
Juz 11
|
Juz 111
|
Juz 1V
|
Juz V
|
Total
|
1. Sahih
|
31
|
20
|
31
|
34
|
42
|
138
|
2. Hasan Sahih
|
113
|
191
|
389
|
278
|
458
|
1454
|
3. Sahih Gharib
|
-
|
-
|
-
|
2
|
6
|
8
|
4. Hasan Sahih Gharib
|
8
|
13
|
23
|
67
|
143
|
254
|
5. Hasan
|
21
|
52
|
72
|
414
|
146
|
705
|
6. Hasan Gharib
|
13
|
31
|
79
|
175
|
273
|
571
|
7. Garib
|
10
|
26
|
48
|
158
|
170
|
412
|
8. Dha’if
|
10
|
38
|
110
|
54
|
111
|
344
|
9. Tidak dinilai
dengan jelas
|
31
|
38
|
110
|
54
|
111
|
344
|
Total
|
273
|
379
|
769
|
122
|
1351
|
3956
|
BAB III
PENUTUP
A.
Kesimpulan
Dari uraian di atas dapat disimpulkan:
1.
Tirmidzi adalah seorang pakar hadis
konsisten dengan keilmuannya, sehingga mayoritas ulama menilai positif
kepakaran al-Tirmizi dalam bidang hadis, kecuali Ibn hazm. Meski demikian, pandangan Ibn hazm tidak mengurangi kapasitas
intelektual dan kredibilitas al-Tirmizi.
2.
Salah satu spesifikasi kitab al-Tirmizi ini adalah adanya
penjelasan tentang kualitas dan keadaan hadistnya.
3.
Melalui kitab ini juga al-Tirmizi memperkenalkan istilah hadis
hasan, yang sebelumnya hanya dikenal hadis shohih dan dhoif.
B.
Penutup
Demikianlah
makalah ini kami buat, kami sadar masih banyak kekurangan dalam penulisan
maupun penyampaian dalam makalah ini.Oleh karena itu, kami butuh kritik dan
saran dengan harapan kami dapat memperbaiki makalah selanjutnya.Semoga makalah
ini dapat bermanfaat bagi kita semua.
C.
Daftar Pustaka
Abdurrahman, M.
2009. Studi Kitab Hadis. Yogyakarta:
Press.
Al-Mubarakhfuri.
Tanpa Tahun. Tuhfat, Juz I.
Smeera, Z.B.
2008. Ulumul Hadits Pengantar Studi
Praktis. Malang UIN Malang: Preas.
Suparta,
Munzier. 2003. Ilmu Hadis. Jakarta:
PT. Grafindo Jaya.
Sutarmidi,
Ahmad. 1998. Al-Tirmizi, Peranannya dalam
Pengembangan Hadits dan Fiqh. Jakarta: Logos.
Syakir, Ahmad
M,. 1937. Al-Jami’ al-Shahih Jilid I. Al-Qahirah: Al-Halabi.
[1] Abdurrahman, Studi
Kitab Hadis 1 (Yogyakarta: TH Press 2009)hlm. 104
[2]Munzier
Suparta, Ilmu Hadis, ( Jakarta, PT. Grafindo Jaya 2003)hlm. 246
[3]Ahmad Muhammad
Syakir, al-Jami’ al-Shahih, jilid 1 (al-Qahirah: al-Halabi, 1937), 77
[4]Abdurrahman, Studi
Kitab Hadis 1 (Yogyakarta: TH Press2009)hlm. 105
[5]Ibid, hal 106
[6]Zeid B. Smeera,
Ulumul Hadits Pengantar Studi Hadits
Praktis (Malang: UIN Malang Preass 2008) hlm. 113
[7]Abdurrahman,
Studi Kitab Hadis 1 (Yogyakarta: TH Press2009)hlm. 108
[8] Al-Mubarakhfuri,Tuhfat,
juz I, 361
[12] Ahmad Sutarmadi, Al-Imam al-Tirmizi, Perananya dalam pengenmabngan
hadis dan Fiqh, (Jakarta:Logos,1998),218-221.
[13]Abdurrahman, Studi Kitab Hadis (Yogyakarta:Teras,2009),
hlm. 122. Dalam buku Al-Mubarakfuri, Tuhfat,
juz 1, hlm. 335.
[14] Abdurrahman, Studi Kitab Hadis
(Yogyakarta:Teras, 2009), hlm. 123. Dalam buku Al-Mubarakfuri, Tuhfat, juz II, hlm. 365; Muhammad Abu
Syu’bah, Fi al-Ribah, hlm. 125.
[15]Abdurrahman, Studi Kitab
Hadis (Yogyakarta: Teras, 2003),
hlm. 119. Dalam buku Al-Qasimi, Qawa’id
al-Tahdis (Kairo: Al-Halabi ‘Isa al-Babi,1996),hlm.103
[16]Abdurrahman, Studi Kitab Hadis (Yogyakarta:
Teras,2003), hlm.120.
Komentar
Posting Komentar