Konsep Mudharabah Dalam Bank Syariah
KONSEP MUDHARABAH DALAM BANK SYARIAH
Disusun untuk
memenuhi tugas mata kuliah
Tafsir Ayat Ahkam
Dosen Pengampu:
Bapak Hilmy Muhammad
Oleh:
Muhammad Radya Yudantiasa 15530095
Imroatun Auliya 15530050
JURUSAN
ILMU AL-QUR’AN DAN TAFSIR
FAKULTAS
USHULUDDIN DAN PEMIKIRAN ISLAM
UIN
SUNAN KALIJAGA YOGYAKARTA
2017
BAB I
Pendahuluan
a.
Latar Belakang
Mudharabah merupakan salah satu sistem dalam perbankan syariah. Seperti diketahui,
sistem ini juga diterapkan oleh bank mandiri syariah dalam menjalin kerja sama
dengan nasabah.[1]
Mudharabah merupakan salah satu pembahasan yang banyak diungkap dalam
kitab-kitab fiqih klasik. Dewasa ini, wacana mengenai mudharabah semakin
kompleks seiring dengan perkembangan perbankan syariah. Dalam bank syariah,
mudharabah menjadi salah satu bahasan penting dalam kajian-kajian lebih
komprehensif dalam bank syariah. Apa yang kita ketahui sebagai sistem bagi
hasil merupakan alternatif dari sistem bunga dalam sistem perbankan.
Prinsip bagi hasil dalam mudharabah mendasarkan pengelolaan usahanya dengan
filosofi utama kemitraan dan kebersamaan (sharing), dimana di dalamnya terdapat
unsur-unsur kepercayaan (amanah), kejujuran dan kesepakatan. Penekanan Islam
pada kerjasama sebagai suatu konsep utama dalam kehidupan ekonomi telah
menimbulkan keyakinan bahwa pembagian laba dan peran serta adalah alternatif
dasar bagi sistem keuangan syariah dan investasi lainnya dalam kerangka Islam.
Selain itu, dalam mudharabah terkandung prinsip kehati-hatian (prudential
principal) yaitu suatu prinsip yang menegaskan bahwa kegiatan usaha yang
dilakukan mudharib, maupun penyerahan modal oleh pihak shahib al-mal harus
dilakukan engan sangat hati-hati, dan mengikuti segala ketentuan yang mengikat
perjanjian mudharabah tersebut.[2]
Mudharabah saat ini merupakan wahana utama bagi lembaga keuangan syariah
untuk mmobilisasi dana masyarakat dan untuk menyediakan berbagai fasilita,
seperti fasilitas pembiayaan bagi para pengusaha. Mudharabah dengan dasar profit
and lost sharing principle meruapakan salah satu alternatif yang tepat bagi
lembaga keuangan syariah yang menghindari sistem bunga yang oleh sebagian ulama
dianggap sama dengan riba yang diharamkan. Dari latar belakang diatas, maka
permasalahan yang akan menjadi pembahasan adalah bagaimana mudharabah dalam
perbankan syariah.
b.
Rumusan masalah
1. Bagaimana pengertian Mudharabah?
2. Bagaimana Dasar Hukum Mudharabah dan Prinsip Dasar Mudharabah?
3. Bagaimana Problem Mudharabah dan Resiko Bank Syariah dalam Akad Mudharabah?
c.
Tujuan
1. Untuk mengetahui pengertian Mudharabah
2. Untuk mengetahui Dasar Hukum Mudharabah dan Prinsip Dasar Mudharabah
3. Untuk mengetahui Problem Mudharabah dan Resiko Bank Syariah dalam Akad
Mudharabah
BAB II
Pembahasan
a.
Pengertian Mudharabah (auliya)
b.
Dasar Hukum Mudharabah (auliya)
c.
Prinsip Dasar Mudharabah (auliya)
d.
Penyimpangan/Problem Mudharabah dalam Bank
Syariah (asa)
Walaupun mudharabah dikatakan sebagai sesuatu yang ideal untuk perbankan
Islam, dan mempunyai banyak keuntungan dan “lebih baik” dibandingkan dengan
sistem lainnya, namun ternyata mudharabah dalam kenyataanya masih terdapat
beberapa permasalahan yang dihadapi sehingga mudharabah kurang berkembang. Adapun
faktor yang menyebabkan kelemahan-kelemahan tersebut timbul ialah:
1. Standar moral
Terdapat anggapan bahwa standar moral yang
berkembang di komunitas muslim tidak memberikan kebebasan penggunaan bagi hasil
sebagaimana mekanisme investasi. Hal ini berdasarkan argumen yang monitoring
bank untuk mengadakan pemantauan lebih intensif terhadap setiap investasi yang
diberikan. Yang demikian itu membuat operasioanal perbankan berjalan tidak
ekonomis dan tidak efisien.
2. Berkaitan dengan para pengusaha
Sistem bagi hasil untuk membantu perkembangan
usaha lebih banyak melibatkan pengusaha secara langsung dari pada sistem lain
pada bank konvensional. Bank syariah memerlukan informasi yang lebih rinci
tentang aktifitas bisnis yang dibiayai dan bear kemungkinan pihak bank gurut
mempengaruhi setiap pengambilan keputusan bisnis mitrannya.
3. Dari segi biaya
Pembiayaan peminjaman berdasarkan sistem bagi
hasil memerlukan kewaspadaan yang lebih tinggi dari pihak bank, maka bank
syariah kemungkinan bsar meningkatkan kualitas pegawainya dengan cara
memperkejakan para teknisi dan ahli manajemen untuk mengevaluasi proyek usaha
yang dipinjami untuk mencermati lebih teliti dan lebih jeli dari pada teknis
bank konvensional. Sehingga hal ini akan meningkatkan pengeluaran dan
selanjutnya akan mempengaruhi pembiayaan.
4. Kurang menariknya sistem bagi hasil bagi dunia bisnis
Dalam dunia bisnis dan industri, biaya yang
dikeluarkan dari dana-dana yang diperoleh berdasarkan sistem bagi hasil tidak
diketahui secara jelas dan pasti. Hal ini akan menimbulkan terbongkarnya
rahasia keuangan pengusaha oleh pihak bank dan juga investasi bank terhadap
urusan manajemen pengusaha.
e. Resiko Bank Syariah dalam Akad Pembiayaan Mudharabah
Kegiatan usaha perbankan dapat menimbulkan potensi kerugian. Risiko
kerugian akibat terjadinya suatu peristiwa (events) tertentu. Risiko merupakan
suatu ketidakpastian akan terjadinya suatu peristiwa yang dapat menimulkan
kerugian. Bahwa diantara risiko-risiko tersebut, yang dapat timbul dalam
pemberian pembiayaan mudharabah adalah:[3]
a. Risiko kredit/pembiayaan yang meliputi: Nasabah yang gagal dalam
mengembalikan modal bank serta memberikan bagi hasil kepada bank yang
diakibatkan oleh:
1. Nasabah mengalami kerugian dalam mengelola usaha/bisnis/proyek tersebut.
2. Nasabah tidak menggunakan dana sesuai dengan tujuan awal pengajuan
3. Nasabah tidak mampu mengelola tambahan modal yang diberikan untuk
meningkatkan volume usahanya.
4. Kondisi ekonomi makro.[4]
b. Risiko Operasional, yakni apabila terjadi pembiayaan yang bermasalah
(default) yang dikarenakan oleh hal-hal antara lain: pejabat pengelola account
pembiayaan melakukan fraud (penipuan) dan analisa dari pihak intern bank yang
kurang akurat.
c. Risiko hukum/legal adalah yang berkaitan dengan dokumen-dokumen terkait
pembiayaan (termasuk jaminan) tidak lengkap, palsu atau kadaluarsa dan tidak
diperpanjang. Pengikatan perjanjian pembiayaan yang tidak dilakukan secara
sempurna dan analisa yuridis/legal yang lemah terkait pembiayaan tersebut.[5]
Ketentuan dalm pasal 2 Undang-Undang omor 21 tahun 2008 tentang Perbankan
Syariah, menyebutkan bahwa kegiatan usaha perbankan syariah berdasarkan pada
prinsip syariah, demokrasi ekonomi dan prinsip kehati-hatian. Prinsip
kehatia-hatian diartikan sebagai terjadinya/timbulny risiko yang berpengaruh terhadap
lembaga perbankan. Pada pelaksanaan kegiatan usahanya yakni pemberian
pembiayaan, bank wajib mnerapkan prinsip kehati-hatian yang berkaitan dengan
kewajiban dalam mengendalikan risiko dengan sebaik-baiknya sesuai dengan
peraturan yang berhubungan dengan kesehatan bank.
Selain itu juga memperhatikan batasan pemberian pembiayaan serta kualitas
aktiva produktif bank (majamenen risiko), yang kesemuanya adalah dalam rangka chance
of a bad outcome yakni kemungkinan akan terjadinya hasil yang tidak
diinginkan, yang dapat mnimbulkan kerugian apabila tidak diantisipasi serta
tidak dikelola semestinya.[6]
BAB III
Penutupan
a. Kesimpulan (auliya)
b. Penutup (auliya)
c. Daftar pustaka
[1]
Murniati Ruslan, 2013, Sistem Mudharabah dan Aplikasinnya
Pada Bank Syariah Mandiri Cabang Palu, Palu: Jurnal Penelitian Ilmiah, Vol. 1,
No. 2: 259-260
[2]
Mahmudatus Sa’diyah, 2013, Mudharabah dalam Fiqih dan
Perbankan Syariah, Kudus: Jurnal Equilibrium, Vol. 1, No. 2: 304
[3]
Any Nugroho, Hukum Perbankan Syariah, (Yogyakarta:
Aswaja Presindo, 2015), hlm. 196-197.
[5]
Any Nugroho, Hukum Perbankan Syariah, hlm. 198.
[6]
Any Nugroho, Hukum Perbankan Syariah, hlm. 198.
Komentar
Posting Komentar